Tribratanews.kepri.polri.go.id – Faktor merupakan hal yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam suatu keadaan. Begitupun dengan praktek perdagangan manusia yang juga memiliki hal yang menyebabkan korban masuk dalam perangkap para pelaku praktek perdagangan manusia.
- Faktor Ekonomi
Forrel menyatakan “Traffickers are motivated by money”. Artinya pelaku perdagangan manusia termotivasi oleh uang. Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perdagangan manusia yang dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak ada atau tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk. Hal inilah yang menyebabkan seseorang untuk mencari pekerjaan meskipun harus keluar dari daerah asalnya dengan resiko yang tidak sedikit. Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di dalam dan keluar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga mereka sendiri.
Selain kemiskinan, kesenjangan tingkat kesejahteraan antar negara juga menyebabkan perdagangan manusia. Negara-negara yang tercatat sebagai penerima para korban perdagangan manusia dari Indonesia lebih kaya dari Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Saudi Arabia. Hal ini disebabkan mereka memilih harapan akan lebih sejahtera jika bermigrasi ke negara lain.
Selain itu, gaya hidup elit dengan budaya konsumtif sudah mewarnai sebagian masyarakat terutama yang bermukim di perkotaan. Wanita muda berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa perlu perjuangan lebih. Menempuh jalur cepat untuk mendapatkan kemewahan walaupun tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan yang memungkinkan mereka mendapatkan kemawahan itu. Dan bagi para pelaku perdagangan manusia, kondisi inilah yang menjadi peluang untuk menjaring korban untuk diperdagangkan.
Dengan demikian, pengaruh kemiskinan dan kemakmuran dapat merupakan salah satu faktor perdagangan manusia. Oleh karena itu, kemiskinan dan keinginan untuk memperbaiki keadaan ekonomi seseorang masih menjadi faktor sosial yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan.
- Ketidakadaan Kesetaraan Gender
Faktor ini memiliki latar belakang yang cukup luas untuk dijadikan salah satu faktor perdagangan manusia. Ketidakadaan kesetaraan gender salah satu faktor perdagangan manusia, yakni sebagai berikut:
Nilai sosial budaya patriarki yang masih kuat menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara. Hal ini ditandai dengan adanya pembakuan peran, yaitu sebagai istri, sebagai ibu, pengelola rumah tangga, dan pendidikan anak-anak di rumah, serta pencari nafkah tambahan dan jenis pekerjaannya pun serupa dengan tugas di dalam rumah tangga. Misalnya menjadi pembantu rumah tangga dan mengasuh anak. Selain peran perempuan tersebut, perempuan juga mempunyai beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan, yang kesemuanya itu berawal dari diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkan mereka tidak atau kurang memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan, serta tidak atau kurang memperoleh manfaat pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki.
Banyak perempuan dan anak yang menjadi korban, hal ini karena dalam masyarakat terjadi perkawinan usia muda yang dijadikan cara untuk keluar dari kemiskinan. Dalam keluarga anak perempuan seringkali jadi beban ekonomi keluarga, sehingga dikawinkan pada usia muda. Mengawinkan anak dalam usia muda telah mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial, karena pertama, tingkat kegagalan pernikahan semacam ini sangat tinggi, sehingga terjadi perceraian dan rentan terhadap perdagangan orang. Setelah bercerai harus menghidupi diri sendiri walaupun mereka masih anak-anak. Pendidikan rendah karena setelah menikah mereka berhenti sekolah dan rendahnya keterampilan mengakibatkan tidak banyak pilihan yang tersedia dan dari segi mental, ekonomi atau sosial tidak siap untuk hidup mandiri, sehingga cenderung memasuki dunia pelacuran sebagai salah satu cara yang paling potensial untuk mempertahankan hidup.
Pernikahan dini seringkali mengakibatkan ketidaksiapan anak menjadi orang tua, sehingga anak yang dilahirkan rentan untuk tidak mendapat perlindungan dan seringkali berakhir pula dengan masuknya anak kedalam dunia eksploitasi seksual komersial. Adanya ketidaksetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan yang membuat perempuan terpojok dan terjebak pada praktek perdagangan manusia. Ini terjadi pada perempuan yang mengalami perkosaan dan biasanya sikap atau respon masyarakat umumnya tidak berpihak pada mereka. Perlakuan masyarakat itu yang mendorong perempuan memasuki dunia eksploitasi seksual komersial. Sebenarnya, keberadaan perempuan di dunia eksploitasi seksual lebih banyak bukan karena kemauan sendiri, tetapi kondisi lingkungan sosial budaya di mana perempuan itu berasal sangat kuat mempengaruhi mereka terjun ke dunia eksploitasi sosial terutama untuk dikirim ke kota-kota besar.
- Faktor Penegak Hukum
Hukum seharusnya bertindak dan memihak bagi siapapun tanpa memandang status. Hukum merupakan serangkaian peraturan yang memilki sanksi bagi pelaku tindak kejahatan. Penegakan hukum terletak pada sikap menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan dan sikap untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Kurangnya penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam mengadili pelaku perdagangan manusia, termasuk pemilik, pengelola, perusahaan tenaga kerja merupakan celah hukum yang menguntungkan para trafficker.
Berdasarkan data pusat, penyebab terjadinya praktek perdagangan manusia secara menyeluruh yang terjadi di Indonesia ialah sebagai berikut:
- Kemiskinan
- Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
- Buta aksara
- Terbatasnya lapangan pekerjaan
- Tingkat pengangguran yang tinggi
- Tidak memiliki keterampilan
- Konflik atau bencana alam
- Kurangnya informasi tentang kota atau negara tujuan
- Terlalu percaya kepada agen/perekrut/cab
- Ketimpangan relasi kuasa antara laki – laki dan perempuan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BP3AKB propinsi Jawa Barat, faktor terjadinya perdagangan manusia terdiri atas adanya faktor-faktor dari sisi penawaran dan permintaan. Adapun faktor dari sisi penawaran yaitu:
- Kondisi keluarga karena pendidikan rendah, kemiskinan, keterbatasan kesempatan dan gaya hidup konsumtif
- Nilai tradisional yang menganggap anak merupakan hak milik yang dapat diperlakukan sekehendak orang tua menyebabkan orangtua tega menjual anaknya dan menyebabkan anak-anak tidak sekolah sehingga tidak memiliki keterampilan untuk bersaing di pasar kerja
- Jangkauan pencatatan akta kelahiran yang masih rendah yang memungkinkan terjadinya pemalsuan umur dan identitas lainnya.
- Perkawinan usia muda beresiko tinggi bagi seorang perempuan, terlebih jika diikuti dengan kehamilan dan perceraian.
- Kekerasan terhadap perempuan dan anak mengakibatkan mereka meninggalkan rumah kemudian menjadi korban trafiking dan bekerja di tempat-tempat yang beresiko tinggi.
- Ingin hidup layak tetapi kemampuan minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja.
- Budaya patriarki yang masih kuat menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang ditandai dengan adanya pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan. Kondisi perempuan yang seperti ini sangat rentan untuk dijadikan objek.
- Semakin lemahnya fungsi lembaga ketahanan keluarga dan lembaga masyarakat, juga berkembangnya sikap permisif masyarakat terhadap lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Sedangkan faktor dari sisi permintaannya, yaitu:
- Mitos berhubungan seks dengan anak-anak (homo hetero) membuat awet muda.
- Meningkatnya kejahatan internasional perdagangan narkoba memperluas jaringan perdagangan manusia untuk prostitusi dan berbagai bentuk eksploitasi.
- Globalisasi keuangan dan perdagangan memunculkan industri multinasional dan kerjasama keuangan serta perbankan menyebabkan banyaknya pekerja asing yang tinggal di Indonesia, di mana keberadaan mereka meningkatkan demand untuk jasa pelayan seks.
- Majikan ingin pekerja murah, penurut dan mudah ditakut-takuti telah mendorong meningkatnya demand terhadap pekerja perempuan dan anak.
- Perubahan struktur sosial ditambah cepatnya industrialisasi/ komersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah dan atas yang meningkatkan kebutuhan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.
- Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia juga menawarkan pariwisata seks, mendorong tingginya permintaan akan perempuan dan anak untuk bisnis tersebut. Ketakutan para pelanggan terinfeksi virus HIV/AIDS, menyebabkan banyak perawan muda di rekrut untuk tujuan itu.
Jadi, dapat disimpulkan faktor terjadinya perdagangan manusia di Indonesia sebagai berikut:
- Budaya Patriarki: objektifikasi seksual perempuan, nilai keperawanan, komoditas.
- Tuntutan aktualisasi diri perempuan: cari kerja
- Kemiskinan: migrasi, buruh migran.
- Pendidikan dan ketrampilan: rendah
- Nikah: usia muda (di bawah umur), Pernikahan Dini
- Tradisi: perbudakan dan eksploitasi perempuan (selir, perempuan sebagai barang upeti, sahaya)
- Sikap permisif terhadap pelacuran
- Urban life style: konsumtif, materialisme
- Pembangunan belum menyentuh daerah terpencil/terisolasi.
- Terbatasnya lapangan pekerjaan.
Penulis : Joni Kasim
Editor : Nora Listiawati
Publish : Juliadi Warman